BAB I
DEFINISI ETIKA
DAN BISNIS SEBAGAI SEBUAH PROFESI
Etika
berasal dari bahasa Yunani kuno, yaitu ethos yang berarti kebiasaan/ adat,
akhlak, watak, perasaan, sikap, cara berfikir. Dalam ilmu ekonomi, bisnis
adalah suatu organisasi yang menjual barang atau jasa kepada konsumen atau
bisnis lainnya, untuk mendapatkan laba. Secara historis kata bisnis berasal
dari bahasa Inggirs business, dari kata dasar busy yang berarti ”sibuk” dalam
konteks individu, komunitas, ataupun masyarakat.
Etika
bisnis merupakan cara untuk melakukan kegiatan bisnis, yang mencakup seluruh
aspek yang berkaitan dengan individu, perusahaan dan juga masyarakat. Etika
bisnis dalam suatu perusahaan dapat membentuk nilai, norma dan perilaku
karyawan serta pimpinan dalam membangun hubungan yang adil dan sehat dengan
pelanggan/ mitra kerja, pemegang saham, dan masyarakat.
Beberapa
indikator yang dapat dipakai untuk menyatakan bahwa seseorang atau perusahaan
telah mengimplementasikan etika bisnis antara lain adalah:
1.
Indikator Etika Bisnis menurut ekonomi
adalah apabila perusahaan atau pebisnis telah melakukan pengelolaan sumber daya
bisnis dan sumber daya alam secara efisien tanpa merugikan masyarakat lain.
2.
Indikator Etika Bisnis menurut
peraturan khusus yang berlaku. Berdasarkan indikator ini seseorang pelaku
bisnis dikatakan beretika dalam bisnisnya apabila masing-masing pelaku bisnis
mematuhi aturan-aturan khusus yang telah disepakati sebelumnya.
3.
Indikator Etika Bisnis menurut hukum.
Berdasarkan indikator hukum seseorang atau suatu perusahaan dikatakan telah
melaksanakan etika bisnis apabila seseorang pelaku bisnis atau suatu perusahaan
telah mematuhi segala norma hukum yang berlaku dalam menjalankan kegiatan
bisnisnya.
4.
Indikator Etika Bisnis berdasarkan
ajaran agama. Pelaku bisnis dianggap beretika bilamana dalam pelaksanaan
bisnisnya senantiasa merujuk kepada nilai-nilai ajaran agama yang dianutnya.
5.
Indikator Etika Bisnis berdasarkan
nilai budaya. Setiap pelaku bisnis baik secara individu maupun kelembagaan
telah menyelenggarakan bisnisnya dengan mengakomodasi nilai-nilai budaya dan
adat istiadat yang ada disekitar operasi suatu perusahaan, daerah dan suatu
bangsa.
6.
Indikator Etika Bisnis menurut
masing-masing individu adalah apabila masing-masing pelaku bisnis bertindak
jujur dan tidak mengorbankan integritas pribadinya.
BAB II
PRINSIP ETIKA DALAM BISNIS SERTA
ETIKA DAN LINGKUNGAN
Etika bisnis memiliki prinsip – prinsip yang harus ditempuh
perusahaan oleh perusahaan untuk mencapai tujuannya dan harus dijadikan pedoman
agar memiliki standar baku yang mencegah timbulnya ketimpangan dalam memandang
etika moral sebagai standar kerja atau operasi perusahaan. Muslich (1998:
31-33) mengemukakan prinsip – prinsip etika bisnis sebagai berikut:
·
Prinsip Otonomi
Prinsip
otonomi adalah sikap dan kemampuan manusia untuk mengambil keputusan dan
bertindak berdasarkan kesadarannya tentang apa yang dianggapnya baik untuk
dilakukan. Atau mengandung arti bahwa perusahaan secara bebas memiliki wewenang
sesuai dengan bidang yang dilakukan dan pelaksanaannya dengan visi dan misi
yang dimilikinya. Kebijakan yang diambil perusahaan harus diarahkan untuk
pengembangan visi dan misi perusahaan yang berorientasi pada kemakmuran dan
kesejahteraan karyawan dan komunitasnya.
·
Prinsip Kejujuran
Kejujuran
merupakan nilai yang paling mendasar dalam mendukung keberhasilan perusahaan.
Kejujuran harus diarahkan pada semua pihak, baik internal maupun eksternal
perusahaan. Jika prinsip kejujuran ini dapat dipegang teguh oleh perusahaan,
maka akan dapat meningkatkan kepercayaan dari lingkungan perusahaan
tersebut.Terdapat tiga lingkup kegiatan bisnis yang bisa ditunjukkan secara
jelas bahwa bisnis tidak akan bisa bertahan lama dan berhasil kalau tidak
didasarkan atas kejujuran. Pertama, jujur dalam pemenuhan syarat-syarat
perjanjian dan kontrak. Kedua, kejujuran dalam penawaran barang atau jasa
dengan mutu dan harga yang sebanding. Ketiga, jujur dalam hubungan kerja intern
dalam suatu perusahaan.
·
Prinsip Tidak Berniat Jahat
Prinsip ini
ada hubungan erat dengan prinsip kejujuran. Penerapan prinsip kejujuran yang
ketat akan mampu meredam niat jahat perusahaan itu.
·
Prinsip Keadilan
Perusahaan
harus bersikap adil kepada pihak-pihak yang terkait dengan sistem bisnis.
Contohnya, upah yang adil kepada karywan sesuai kontribusinya, pelayanan yang
sama kepada konsumen, dan lain-lain,menuntut agar setiap orang diperlakukan
secara sama sesuai dengan aturan yang adil dan sesuai kriteria yang rasional
obyektif, serta dapat dipertanggung jawabkan.
·
Prinsip Hormat pada Diri Sendiri
Perlunya
menjaga citra baik perusahaan tersebut melalui prinsip kejujuran, tidak berniat
jahat dan prinsip keadilan.
Berikut beberapa teori etika
lingkungan, sebagai berikut:
1. Teori Antroposentrime
Antroposentrime
adalah teori etika lingkungan yang memandang manusia sebagai pusat dari sistem
alam semesta. Manusia dan kepentingannya dianggap yang paling menentukan dalam tatanan ekosistem dan dalam
kebijakan yang diambil dalam kaitan dengan alam, baik secara langsung atau
tidak langung.
Nilai
tertinggi adalah manusia dan kepentingannya. Hanya manusia yang mempunyai nilai
dan mendapat perhatian. Segala sesuatu yang lain di alam semesta ini hanya akan
mendapat nilai dan perhatian sejauh menunjang dan demi kepentingan manusia.
Oleh
karenanya alam pun hanya dilihat sebagai obyek, alat dan sarana bagi pemenuhan
kebutuhan dan kepentingan manusia. Alam hanya alat bagi pencapaian tujuan
manusia. Alam tidak mempunyai nilai pada dirinya sendiri.
2. Teori Ekosentrisme
Ekosentrisme
berkaitan dengan etika lingkungan yang lebih luas. Berbeda dengan biosentrisme
yang hanya memusatkan pada etika pada biosentrisme, pada kehidupan seluruhnya,
ekosentrisme justru memusatkan etika pada seluruh komunitas ekologis, baik yang
hidup maupun tidak. Karena secara ekologis, makhluk hidup dan benda-benda
abiotis lainnya saling terkait satu sama lain. Oleh karenanya, kewajiban dan
tanggung jawab moral tidak hanya dibatasi pada makhluk hidup. Kewajiban dan
tanggung jawab moral yang sama juga berlaku terhadap semua realitas ekologis.
3.
Teori
Egosentris
Etika
yang mendasarkan diri pada berbagai kepentingan individu (self).Egosentris didasarkan pada keharusan individu untuk memfokuskan diri
dengan tindakan apa yang dirasa baik untuk dirinya. Egosentris mengklaim
bahwa yang baik bagi individu adalah baik untuk masyarakat. Orientasi etika egosentris bukannya mendasarkan diri pada narsisisme, tetapi
lebih didasarkan pada filsafat yang menitikberatkan pada individu atau kelompok
privat yang berdiri sendiri secara terpisah seperti “atom sosial” (J.
Sudriyanto, 1992:4). Inti dari pandangan egosentris ini, Sonny Keraf (1990:31)
menjelaskan: “Bahwa tindakan dari setiap orang pada dasarnya bertujuan untuk
mengejar kepentingan pribadi dan memajukan diri sendiri”.
Dengan
demikian, etika egosentris mendasarkan diri pada tindakan manusia sebagai
pelaku rasional untuk memperlakukan alam menurut insting “netral”. Hal ini
didasarkan pada berbagai pandangan “mekanisme” terhadap asumsi yang berkaitan
dengan teori sosial liberal.
4.
Teori
Biosentrisme
Teori
Biosentrisme mengagungkan nilai kehidupan yang ada pada ciptaan, sehingga
komunitas moral tidak lagi dapat dibatasi hanya pada ruang lingkup manusia.
Mencakup alam sebagai ciptaan sebagai satu kesatuan komunitas hidup
(biotic community).
Inti
pemikiran biosentrisme adalah bahwa setiap ciptaan mempunyai nilai intrinsic
dan keberadaannya memiliki relevansi moral. Setiap ciptaan (mahluk hidup)
pantas mendapatkan keprihatinan dan tanggung jawab moral karena kehidupan
merupakan inti pokok konsern moral.
5.
Etika
Homosentris
Etika homosentris mendasarkan diri pada kepentingan sebagian
masyarakat. Etika ini mendasarkan diri pada berbagai model kepentingan sosial
dan pendekatan antara pelaku lingkungan yang melindungi sebagian besar
masyarakat manusia.
Etika
homosentris sama dengan etika utilitarianisme, jadi,
jika etika egosentris mendasarkan penilaian baik dan buruk suatu tindakan itu
pada tujuan dan akibat tindakan itu bagi individu, maka etika utilitarianisme
ini menilai baik buruknya suatu tindakan itu berdasarkan pada tujuan dan akibat
dari tindakan itu bagi sebanyak mungkin orang. Etika homosentris atau
utilitarianisme ini sama dengan universalisme etis. Disebut universalisme
karena menekankan akibat baik yang berguna bagi sebanyak mungkin orang dan etis
karena ia menekankan akibat yang baik. Disebut utilitarianisme karena ia menilai baik
atau buruk suatu tindakan berdasarkan kegunaan atau manfaat dari tindakan
tersebut (Sonny
Keraf, 1990:34).Seperti halnya etika egosentris, etika homosentris konsisten
dengan asumsi pengetahuan mekanik. Baik alam mau pun masyarakat digambarkan
dalam pengertian organis mekanis. Dalam masyarakat modern, setiap bagian yang
dihubungkan secara organis dengan bagian lain. Yang berpengaruh pada bagian ini
akan berpengaruh pada bagian lainnya. Begitu pula sebaliknya, namun karena
sifat uji yang utilitaris, etika utilitarianisme ini mengarah pada pengurasan
berbagai sumber alam dengan dalih demi kepentingan dan kebaikan masyarakat (J.
Sudriyanto, 1990:16).
6.
Etika Ekosentris
Etika
ekosentris mendasarkan diri pada kosmos. Menurut ekosentris ini, lingkungan
secara keseluruhan dinilai pada dirinya sendiri. Etika ini menurut aliran etis
ekologi tingkat tinggi yakni deep ecology, adalah yang paling mungkin sebagai
alternative untuk memecahkan dilemma etis ekologis. Menurut ekosentrisme, hal
yang paling penting adalah tetap bertahannya semua yang hidup dan yang tidak
hidup sebagai komponen ekosistem yang sehat, seperti halnya manusia, semua
benda kosmis memiliki tanggung jawab moralnya sendiri (J. Sudriyanto, 1992:
243).
7.
Etika Teosentrisme
Teosentrisme
merupakan teori etika lingkungan yang lebih memperhatikan lingkungan secara
keseluruhan, yaitu hubungan antara manusia dengan lingkungan. Pada teosentrism,
konsep etika dibatasi oleh agama (teosentrism) dalam mengatur hubungan manusia
dengan lingkungan. Untuk di daerah Bali, konsep seperti ini sudah ditekankan
dalam suatu kearifan lokal yang dikenal dengan Tri Hita Karana (THK), dimana
dibahas hubungan manusia dengan Tuhan (Parahyangan), hubungan manusia dengan
manusia (Pawongan) dan hubungan manusia dengan lingkungan (Palemahan).
8.
Teori
Nikomakea
Teori
Nikomakea (bahasa Inggris: 'Nicomachean Ethics'), atau Ta Ethika, adalah karya Aristoteles tentang kebajikan dan karakter moral yang memainkan peranan penting dalam mendefinisikan etika Aristoteles.
Kesepuluh
buku yang menjadi etika ini didasarkan pada catatan-catatan dari
kuliah-kuliahnya di Lyceum dan disunting atau dipersembahkan kepada anak lelaki
Aristoteles, Nikomakus.
Teori Nikomakea memusatkan perhatian pada pentingnya membiasakan
berperilaku bajik dan mengembangkan watak yang bajik pula. Aristoteles
menekankan pentingnya konteks dalam perilaku etis, dan kemampuan dari orang
yang bajik untuk mengenali langkah terbaik yang perlu diambil. Aristoteles
berpendapat bahwa eudaimonia adalah tujuan hidup, dan bahwa ucaha mencapai
eudaimonia, bila dipahami dengan tepat, akan menghasilkan perilaku yang baik.
9.
Zoosentrisme
Zoosentrisme
adalah etika yang menekankan perjuangan hak – hak binatang, karenanya etika ini
disebut juga etika pembebasan binatang. Tokoh bidang etika ini adalah Charles
Brich. Menurut etika ini, binatang mempunyai hak untuk menikmati kesenangan
karena mereka dapat merasa senang dan harus dicegah dari penderitaan. Sehingga
bagi para penganut etika ini, rasa senang dan penderitaan binatang dijadikan
salah satu standar moral. Menurut The Society for The Prevention of Cruelty to
Animals, perasaan senang dan menderita mewajibkan manusia secara moral
memperlakukan binatang dengan penuh belas kasih.
10. Antroposentris
Antroposentris
yang menekankan segi estetika dari alam dan etika antroposentris yang mengutamakan
kepentingan generasi penerus. Etika ekologi dangkal yang berkaitan dengan
kepentingan estetika didukung oleh dua tokohnya yaitu Eugene Hargrove dan Mark
Sagoff. Menurut mereka etika lingkungan harus dicari pada aneka kepentingan
manusia, secara khusus kepentingan estetika. Sedangkan etika antroposentris
yang mementingkan kesejahteraan generasi penerus mendasarkan pada perlindungan
atau konservasi alam yang ditujukan untuk generasi penerus
manusia.
Berikut
adalah 9
Prinsip Etika di lingungan hidup, sebagai berikut:
1.
Prinsip Sikap Hormat Terhadap Alam
(Respect For Nature)
Manusia mempunyai kewajiban
menghargai hak semua makhluk hidup untuk berada, hidup, tumbuh, dan berkembang
secara alamiah sesuai dengan tujuan penciptanya. Untuk itu manusia perlu
merawat, menjaga, melindungi, dan melestarikan alam beserta seluruh isinya
serta tidak diperbolehkan merusak alam tanpa alasan yang dapat dibenarkan
secara moral.
2.
Prinsip Tanggung Jawab (Moral
Responsibility For Nature)
Sejatinya alam adalah milik kita
bersama. Jika alam dihargai sebagai bernilai pada dirinya sendiri, maka rasa
tanggung jawab akan muncul dengan sendirinya pada diri manusia.
3.
Prinsip Solidaritas Kosmis (Cosmic
Solidarity)
Solidaritas kosmis pada hakekatnya
adalah sikap solidaritas manusia dengan alam. Solidaritas kosmis berfungsi
untuk mengontrol perilaku manusia dalam batas-batas keseimbangan kosmis, serta
mendorong manusia untuk mengambil kebijakan yang pro alam dan tidak setuju
terhadap tindakan yang merusak alam.
4.
Prinsip Kasih Saying Dan Kepedulian
Terhadap Alam (Caring For Nature)
Prinsip ini merupakan prinsip moral
satu arah yang artinya tanpa mengharap balasan serta tidak didasarkan pada
pertimbangan kepentingan pribadi melainkan untuk kepentingan alam.
5.
Prinsip Tidak Merugikan (No Harm)
Prinsip ini merupakan prinsip tidak
merugikan alam secara tidak perlu. Bentuk minimal berupa tidak perlu melakukan
tindakan yang mrugikan atau mengancam eksistensi makhluk hidup lain di alam
semesta.
6.
Prinsip Hidup Sederhana Dan Selaras Dengan
Alam
Prinsip ini menekankan pada nilai,
kualitas, cara hidup, dan bukan kekayaan, sarana,standard material. Bukan rakus
dan tamak mengumpulkan harta dan memiliki sebanyak-banyaknya,mengeksploitasi
alam, tetapi yang lebih penting adalah mutu kehidupan yang baik. Prinsip moral
hidup sederhana harus dapat diterim oleh semua pihak sebagai prinsip pola hidup
yang baru agar kita dapat berhasil menyelamatkan lingkungan hidup.
7.
Prinsip Keadilan
Prinsip keadilan sangat berbeda
dengan prinsip-prinsip sebelumnya, Prinsip keadilan lebih ditekankan pada
bagaimana manusia harus berperilaku adil terhadap yang lain dalam keterkaitan
dengan alam semesta juga tentang sistem social yang harus diatur agar berdampak
positif bagi kelestarian lingkungan hidup. Prinsip keadilan terutama berbicara
tentang peluang dan akses yang sama bagi semua anggota masyarakat dalam ikut
menentukan kebijakan pengelolaan sumbar daya alam, dan dalam ikut menikmati
pemanfaatannya.
8.
Prinsip Demokrasi
Demokrasi justru memberi tempat seluas-luasnya
bagi perbedaan, keanekaragaman, dan pluralitas. Oleh karena itu setiap orang
yang peduli dengan lingkungan adalah orang yang demokratis, sebaliknya orang
yang demokratis sangat mungkin bahwa dia seorang pemperhati lingkungan.
Pemperhati lingkungan dapat berupa multikulturalisme, diverivikasi pola tanam,
diversivikasi pola makan, dan sebagainya.
9.
Prinsip Integrasi Moral
Prinsip ini terutama ditujukan untuk
pejabat, misalnya orang yang diberi kepercayaan untuk melakukan analisis
mengenai dampak lingkungan merupakan orang-orang yang memiliki dedikasi moral
yang tinggi karena diharapkan dapat menggunakan akses kepercayaan yang
diberikan dalam melaksanakan tugasnya dan tidak merugikan ingkungan hidup fisik
dan non fisik atau manusia
BAB III
MODEL ETIKA
DALAM BISNS, SUMBER NILAI ETIKA DAN FAKTOR – FAKTOR YANG MEMPENGARUHI ETIKA DAN
LINGKUNGAN
A.
Immoral Manajemen
Immoral manajemen merupakan tingkatan
terendah dari model manajemen dalam menerapkan prinsip-prinsip etika bisnis.
Manajer yang memiliki manajemen tipe ini pada umumnya sama sekali tidak
mengindahkan apa yang dimaksud dengan moralitas, baik dalam internal
organisasinya maupun bagaimana dia menjalankan aktivitas bisnisnya. Para pelaku
bisnis yang tergolong pada tipe ini, biasanya memanfaatkan kelemahan-kelemahan
dan kelengahan-kelengahan dalam komunitas untuk kepentingan dan keuntungan diri
sendiri, baik secara individu atau kelompok mereka. Kelompok manajemen ini
selalu menghindari diri dari yang disebut etika. Bahkan hukum dianggap sebagai
batu sandungan dalam menjalankan bisnisnya.
B.
Amoral Manajemen
Tingkatan kedua dalam aplikasi etika dan
moralitas dalam manajemen adalah amoral manajemen. Berbeda dengan immoral
manajemen, manajer dengan tipe manajemen seperti ini sebenarnya bukan tidak
tahu sama sekali etika atau moralitas. Ada dua jenis lain manajemen tipe amoral
ini, yaitu Pertama, manajer yang tidak sengaja berbuat amoral (unintentional
amoral manager). Tipe ini adalah para manajer yang dianggap kurang peka, bahwa
dalam segala keputusan bisnis yang diperbuat sebenarnya langsung atau tidak
langsung akan memberikan efek pada pihak lain. Oleh karena itu, mereka akan
menjalankan bisnisnya tanpa memikirkan apakah aktivitas bisnisnya sudah
memiliki dimensi etika atau belum. Manajer tipe ini mungkin saja punya niat
baik, namun mereka tidak bisa melihat bahwa keputusan dan aktivitas bisnis
mereka apakah merugikan pihak lain atau tidak. Tipikal manajer seperti ini
biasanya lebih berorientasi hanya pada hukum yang berlaku, dan menjadikan hukum
sebagai pedoman dalam beraktivitas. Kedua, tipe manajer yang sengaja
berbuat amoral. Manajemen dengan pola ini sebenarnya memahami ada aturan dan
etika yang harus dijalankan, namun terkadang secara sengaja melanggar etika
tersebut berdasarkan pertimbangan-pertimbangan bisnis mereka, misalnya ingin
melakukan efisiensi dan lain-lain. Namun manajer tipe ini terkadang
berpandangan bahwa etika hanya berlaku bagi kehidupan pribadi kita, tidak untuk
bisnis. Mereka percaya bahwa aktivitas bisnis berada di luar dari
pertimbangan-pertimbangan etika dan moralitas.
C.
Moral Manajemen
Tingkatan tertinggi dari penerapan
nilai-nilai etika atau moralitas dalam bisnis adalah moral manajemen. Dalam
moral manajemen, nilai-nilai etika dan moralitas diletakkan pada level standar
tertinggi dari segala bentuk prilaku dan aktivitas bisnisnya. Manajer yang
termasuk dalam tipe ini hanya menerima dan mematuhi aturan-aturan yang berlaku
namun juga terbiasa meletakkan prinsip-prinsip etika dalam kepemimpinannya.
Seorang manajer yang termasuk dalam tipe ini menginginkan keuntungan dalam
bisnisnya, tapi hanya jika bisnis yang dijalankannya secara legal dan juga
tidak melanggar etika yang ada dalam komunitas, seperti keadilan, kejujuran,
dan semangat untuk mematuhi hukum yang berlaku. Hukum bagi mereka dilihat
sebagai minimum etika yang harus mereka patuhi, sehingga aktifitas dan tujuan
bisnisnya akan diarahkan untuk melebihi dari apa yang disebut sebagai tuntutan
hukum. Manajer yang bermoral selalu melihat dan menggunakan prinsip-prinsip
etika seperti, keadilan, kebenaran, dan aturan-aturan emas (golden rule)
sebagai pedoman dalam segala keputusan bisnis yang diambilnya.
D.
Agama, Filosofi, Budaya dan Hukum
·
Agama
Agama
menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah sistem atau prinsip kepercayaan
kepada Tuhan, atau juga disebut dengan nama Dewa atau nama lainnya dengan
ajaran kebhaktian dan kewajiban-kewajiban yang bertalian dengan kepercayaan
tersebut. Kata “agama” berasal dari bahasa Sansekerta āgama yang berarti
“tradisi”. Sedangkan kata lain untuk menyatakan konsep ini adalah religi yang
berasal dari bahasa Latin religio dan berakar pada kata kerja re-ligare yang
berarti “mengikat kembali”. Maksudnya dengan berreligi, seseorang mengikat
dirinya kepada Tuhan (wikipedia.com).
Untuk memberikan batasan tentang makna
agama memang agak sulit dan sangat subyektif. Karena pandangan orang terhadap
agama berbeda-beda. Ada yang memandangnya sebagai suatu institusi yang diwahyukan
oleh Tuhan kepada orang yang dipilihnya sebagai nabi atau rasulnya, dengan
ketentuan-ketentuan yang telah pasti. Ada yang memandangnya sebagai hasil
kebudayaan, hasil pemikiran manusia, dan ada pula yang memandangnya sebagai
hasil dari pemikiran orang orang yang jenius, tetapi ada pula yang
menganggapnya sebagai hasil lamunan, fantasi, ilustrasi (Syafa’at,1965).
· Definisi
Filosofi
Filosofi adalah studi mengenai
kebijaksanaan, dasar dasar pengetahuan, dan proses yang digunakan untuk
mengembangkan dan merancang pandangan mengenai suatu kehidupan. Filosofi
memberi pandangan dan menyatakan secara tidak langsung mengenai sistem
kenyakinan dan kepercayaan. Setiap filosofi individu akan dikembangkan dan
akan mempengaruhi prilaku dan sikap individu tersebut. Seseorang akan
mengembangkan filosofinya melalui belajar dari hubungan interpersona,
pengalaman pendidikan formal dan informal, keagamaan, budaya dan lingkungannya.
· Definisi
Budaya
Budaya merupakan hasil budi, daya, dan
karsa manusia. Budaya merupakan salah satu unsur dasar dalam kehidupan social.
Budaya mempunyai peranan penting dalam membentuk pola berpikir dan pola
pergaulan dalam masyarakat, yang berarti juga membentuk kepribadian dan pola
piker masyarakat tertentu. Budaya mencakup perbuatan atau aktivitas sehari-hari
yang dilakukan oleh suatu individu maupun masyarakat, pola berpikir mereka,
kepercayaan, dan ideology yang mereka anut.
Budaya secara harfiah berasal dari Bahasa
Latin yaitu Colere yang memiliki arti mengerjakan tanah, mengolah, memelihara
ladang. Selain itu Budaya atau kebudayaan berasal daribahasa Sansekerta yaitu
buddhayah, yang merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi atau akal) diartikan
sebagai hal-hal yang berkaitan dengan budi dan akal manusia. Adapun menurut
istilah Kebudayaan merupakan suatu yang agung dan mahal, tentu saja karena ia
tercipta dari hasil rasa, karya, karsa,dan cipta manusia yang kesemuanya
merupakan sifat yang hanya ada padamanusia.Tak ada
mahluk lain yang memiliki anugrah itu sehingga ia merupakan sesuatuyang agung
dan mahal.
· Definisi
Hukum
Hukum
merupakan seluruh aturan tingkah laku berupa norma atau kaidah baik tertulis
maupun tidak tertulis yang dapat mengatur tata tertip dalam masyarakat yang
harus ditaati oleh setiap anggota masyarakatnya berdasarkan keyakinan dan
kekuasaan hukum itu. Pengertian tersebut didasarkan pada penglihatan hukum
dalam arti kata meteril, sedangkan dalam arti kata formal, hukum adalah
kehendak ciptaan manusia berupa norma-norma yang berisikan petunjuk-petunjuk
tingkah laku tentang apa yang boleh dilakukan dan apa yang tidak boleh
dilakukan, yang dilarang dan dianjurkan untuk dilakukan. Oleh karena itu, hukum
mengandung nilai-nilai keadilan, kegunaan, dan kepastian dalam masyarakat
tempat hukum diciptakan.
E.
Leadership
Arti pemimpin adalah
seorang pribadi yang memiliki kecakapan dan kelebihan, khususnya kecakapan/
kelebihan di satu bidang sehingga dia mampu mempengaruhi orang-orang lain untuk
bersama-sama melakukan aktivitas-aktivitas tertentu demi pencapaian satu atau
beberapa tujuan. Pemimpin adalah seorang pribadi yang memiliki kecakapan dan
kelebihan – khususnya kecakapan-kelebihan di satu bidang , sehingga dia mampu
mempengaruhi orang lain untuk bersama-sama melakukan aktivitas-aktivitas
tertentu untuk pencapaian satu beberapa tujuan. (Kartini Kartono, 1994 : 181).
F.
Strategi dan Perfomasi
Istilah strategi berasal dari bahasa
Yunani strategia yang
diartikan sebagai “the art of the general” atau
seni seorang panglima yang biasanya digunakan dalam peperangan. Karl von
Clausewitz (1780-1831) berpendapat bahwa pengertian strategi adalah
pengetahuan tentang penggunaan pertempuran untuk memenangkan peperangan. Dalam
abad modern ini, penggunaan istilah strategi tidak lagi terbatas pada konsep
atau seni seorang panglima dalam peperangan, tetapi sudah digunakan secara luas
hampir dalam semua bidang ilmu. Dalam pengertian umum, strategi adalah cara
untuk mendapat kemenangan atau pencapaian tujuan.
Performansi adalah cacatan outcome
yang dihasilkan dari fungsi suatu pekerjaan tertentu atau kegiatan selama suatu
periode waktu tertentu. (Bernandin & Russell). Sedangkan yang dimaksud
dengan penilaian performansi adalah suatu cara mengukur kontribusi-kontribusi
dari individu-individu anggota organisasi kepada organisasinya. (Kae E. Chung &
Leon C. Megginson).
G.
Karakter Individu
Karakteristik individu
adalah suatu sifat atau watak atau kepribadian yang khas dari seseorang. Baik
buruk nya karakteristik setiap individu itu tergantung bagaimana seseorang itu
mengaplikasikan dalam kehidupannya.
H.
Budaya Organisasi
Dari beberapa
pengertian dari ahli diatas maka dapat dikatakan bahawa budaya organisasi
adalah sebuah sistem makna bersama yang dianut oleh para anggota yang
membedakan suatu organisasi dari organisasi-organisasi lainnya. Sistem makna bersama
ini adalah sekumpulan karakteristik kunci yang dijunjung tinggi oleh
organisasi. Budaya organisasi juga berkaitan dengan bagaimana karyawan memahami
karakteristik budaya suatu organisasi, dan tidak terkait dengan apakah karyawan
menyukai karakteristik itu atau tidak. Budaya organisasi adalah suatu sikap
deskriptif, bukan seperti kepuasan kerja yang lebih bersifat evaluatif.
NORMA DAN ETKA DALAM PEMASARAN,
PRODUKSI, MANAJEMEN SUMBER DAYA MANUSIA DAN FINANSIAL
A.
Pasar dan Perlindungan Konsumen
Dalam pendekatan pasar, terhadap
perlindungan konsumen, keamanan konsumen dilihat sebagai produk yang paling
efisien bila disediakan melalui mekanisme pasar bebas di mana penjual
memberikan tanggapan terhadap permintaan konsumen. (Velazquez,2005: 317). Dalam teori, konsumen yang menginginkan
informasi bisa mencarinya di organisasi – organisasi seperti consumers union,
yang berbisnis memperoleh dan menjual informasi. Dengan kata lain, mekanisme
pasar perlu menciptakan pasar informasi konsumen jika itu yang diinginkan
konsumen.( Velazquez,2005: 319).
Adapun kewajiban konsumen untuk
melindungi kepentingannya ataupun produsen yang melindungi kepentingan
konsumen, sejumlah teori berbeda tentang tugas etis produsen telah dikembangkan
, masing- masing menekankan keseimbangan yang berbeda antara kewajiban konsumen
pada diri mereka sendiri dengan kewajiban produesn pada konsumen meliputi
pandangan kontrak, pandangan “ due care” dan pandangan biaya sosial.
B. Etika
Iklan
Dalam kitab Etika Pariwara
Indonesia, disebutkan 3 asas utama periklanan, yaitu iklan dan pelaku
periklanan harus:
1. Jujur, benar, dan bertanggungjawab.
2. Bersaing secara sehat.
3. Melindungi dan menghargai khalayak,
tidak merendahkan agama, budaya, negara, dan golongan, serta tidak
bertentangan dengan hukum yang berlaku.
C. Privasi
Konsumen
Privasi Konsumen merupakan tingkatan
interaksi atau keterbukaan yang dikehendaki seseorang pada suatu kondisi atau
situasi tertentu. tingkatan privasi yang diinginkan itu menyangkut keterbukaan
atau ketertutupan, yaitu adanya keinginan untuk berinteraksi dengan orang lain,
atau justru ingin menghindar atau berusaha supaya sukar dicapai oleh orang
lain. adapun definisi lain dari privasi yaitu sebagai suatu kemampuan untuk
mengontrol interaksi, kemampuan untuk memperoleh pilihan pilihan atau kemampuan
untuk mencapai interaksi seperti yang diinginkan. privasi jangan dipandang
hanya sebagai penarikan diri seseorang secara fisik terhadap pihak pihak lain
dalam rangka menyepi saja.
D. Multimedia
Etika Bisnis
Etika berbisnis dalam multimedia
didasarkan pada hal-hal sebagai berikut:
1. Akuntabilitas perusahaan termasuk
tata kelola perusahaan (goog corporate
governance) dalam pengambilan keputusan manajerial.
2. Tanggung jawab social, yang merujuk
pada peranaan bisnis dalam lingkungannya, pemerintah local dan nasional dan
kondisi bagi karyawannya.
3. Kepentingan stakeholder yang mana
ditunjukkan kepada kepentingan pemegang saham, CEO dan pelangganm penyuplai,
dan kompetitornya.
Dalam penggunaan multimedia ini agar
pelaku bisnis itu beretika tentunya harus ada batasan-batasan aturan yang
dibuat oleh pemerintah, seperti larangan penggunaan multimedia yang menjurus
kepada SARA, atau yang bersifat membahayakan kepentingan masayarakat umum.
Sehingga siapa yang melanggar akan dikenakan sanksi hokum yang berlaku.
E. Etika
Produksi
Etika adalah seperangkat
prinsip-prinsip dan nilai-nilai yang menegaskan tentang benar dan salah.
Sedangkan produksi adalah suatu kegiatan menambah nilai guna barang dengan
menggunakan sumberdaya yang ada. Jadi, Etika Produksi adalah seperangkat
prinsip-prinsip dan nilai-nilai yang menegaskan tentang benar dan salahnya hal
hal yang dikukan dalam proses produksi atau dalam proses penambahan nilai guna
barang.
F. Pemanfaatan
SDM
Sumber daya manusia atau biasa
disingkat menjadi SDM potensi yang terkandung dalam diri manusia untuk
mewujudkan perannya sebagai makhluk sosial yang adaptif dan transformatif yang
mampu mengelola dirinya sendiri serta seluruh potensi yang terkandung di alam
menuju tercapainya kesejahteraan kehidupan dalam tatanan yang seimbang dan
berkelanjutan. Dalam pengertian praktis sehari-hari, SDM lebih dimengerti
sebagai bagian integral dari sistem yang membentuk suatu organisasi. Oleh
karena itu, dalam bidang kajian psikologi, para praktisi SDM harus mengambil
penjurusan industri dan organisasi.
Sebagai ilmu, SDM dipelajari dalam
manajemen sumber daya manusia atau (MSDM). Dalam bidang ilmu ini, terjadi
sintesa antara ilmu manajemen dan psikologi. Mengingat struktur SDM dalam
industri-organisasi dipelajari oleh ilmu manajemen, sementara manusia-nya
sebagai subyek pelaku adalah bidang kajian ilmu psikologi.
Dewasa ini, perkembangan terbaru
memandang SDM bukan sebagai sumber daya belaka, melainkan lebih berupa modal
atau aset bagi institusi atau organisasi. Karena itu kemudian muncullah istilah
baru di luar H.R. (Human Resources), yaitu H.C. atau Human Capital. Di sini SDM
dilihat bukan sekedar sebagai aset utama, tetapi aset yang bernilai dan dapat
dilipatgandakan, dikembangkan (bandingkan dengan portfolio investasi) dan juga
bukan sebaliknya sebagai liability (beban,cost). Di sini perspektif SDM sebagai
investasi bagi institusi atau organisasi lebih mengemuka.
Maka Untuk mengatasi masalah ekonomi
dalam pemanfaatan sumber daya tersebut maka solusinya adalah dengan
melaksanakan program pelatihan bagi tenaga kerja sehingga tenaga kerja memiliki
keahlian yang sesuai dengan lapangan yang tersedia, pembukaan
investasi-investasi baru, melakukan program padat karya, serta memberikan
penyuluhan dan informasi yang cepat mengenai lapangan pekerjaan. Keberhasilan
upaya tersebut di atas, pada akhirnya diharapkan dapat menciptakan basis dan
ketahanan perekonomian rakyat yang kuat dalam menghadapi persaingan global baik
di dalam maupun di luar negeri dan pada gilirannya dapat mempercepat
terwujudnya kemandirian bangsa.
G. Etika
Kerja
Etika
kerja adalah sistem nilai atau norma
yang digunakan oleh seluruh karyawan perusahaan, termasuk pimpinannya dalam
pelaksanaan kerja sehari-hari. Perusahaan dengan etika kerja yang baik akan
memiliki dan mengamalkan nilai-nilai, yakni : kejujuran, keterbukaan,
loyalitas kepada perusahaan, konsisten pada keputusan, dedikasi kepada
stakeholder, kerja sama yang baik, disiplin, dan bertanggung jawab.
H. Hak-Hak
Pekerja
· Hak dasar pekerja dalam hubungan
kerja
· Hak dasar pekerja atas jaminan
social dan K3 (keselamatan dan kesehatan kerja)
· Hak dasar pekerja atas perlindungan
upah
· Hak dasar pekerja atas pembatasan
waktu erja, istirahat, cuti dan lembur
· Hak dasar untuk membuat PKB
· Hak dasar mogok
· Hak dasar khusu untuk pekerja
perempuan
· Hak dasar pekerja mendapat
perlindungan atas tindakan PHK
I. Hubungan
Saling Menguntungkan
Dalam prinsip etika bisnis atau
dengan kata lain (Mutual Benefit Priciple) hal ini menuntut agar semua pihak
berusaha untuk saling menguntungkan satu sama lain. Dalam dunia bisnis, prinsip
ini menuntut persaingan bisnis haruslah bisa melahirkan suatu win – win
situation atau menuntut agar bisnis dijalankan sedemikian rupa sehingga
menguntungkan semua pihak.
J. Persepakatan
Penggunaan Dana
Pengelola perusahaan mau memberikan
informasi tentang rencana penggunaan dana sehingga penyandang dana dapat
mempertimbangkan peluang return dan resiko. Rencana penggunaan dana harus benar
– benar transpara, komunikatif dan mudah dipahami. Semua harus diatur atau
ditentukan dalam perjanjian kerja sama penyandang dana dengan alokator dana.
Sumber:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar